BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Perbankan sebagai lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, sejak
1992 Indonesia menganut dual bank system yaitu sistem perbankan syariah dan
konvensional , perkembangan perbankan syariah di Indonesia terlambat di banding
dengan negara-negara muslim lainnya. Belakangan
ini Indonesia diharapkan menjadi atau berpeluang mengembangkan ekonomi syariah.
Indonesia memiliki dua faktor utama penggerak ekonomi syariah. Pertama,
mayoritas penduduk indonesia beragama islam meskipun ekonomi syariah tidak
dikhususkan bagi umat muslim tetapi menjadi pasar utama bisnis dan keuangan
syariah. Kedua terkait bonus demografi pada 2025-2035 yang berpotensi
menghasilkan masyrakat kelas menengah. Peningkatan kelompok ini didominasi oleh
umat muslim yang kreatif yang menjadikan bisnis an keuangan syariah. Tentu ini menarik untuk dkaji
bagaimana sistem kedua perbankan baik konvensional maupun syariah dan apa saja
perbedaan dari kedua sistem perbankan tersebut maka dari itu makalah ini kami
akan membahas mengenai apa saja perbedaan mendasar dari perbankan syariah
dengan perbankan konvensional, keunggulan dan daya tarik bank syariah, dan
prospek serta strategi perkembangan bank syariah.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa perbedaan bank konvensional
dan bank syariah?
2. Apa keunggulan dan daya
tarik bank syariah?
3. Apa prospek dan strategi
pengembangan bank syariah?
3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
perbedaan bank konvensional dan bank syariah
2. Mengetahui keunggulan dan daya tarik bank
syariah
3. Mengetahui prospek dan strategi
pengembangan bank syariah
BAB II
PEMBAHASAN
1. PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH
Menurut
Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 yang di maksud dengan Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan syariah adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha bank syariah,
mencangkup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Bank syariah memiliki fungsi menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi dari pihak pemilik dana.
Fungsi lainnya ialah menyalurkan dana kepada pihak lain yang membutuhkan dana
dalam bentuk jual beli maupun kerjasama usaha.[1] Bank
syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu pada hukum islam, dan dalam
kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah,
imbalan yang diterima oleh bank syariah maupun yang dibayarkan kepada nasabah
tergantung dari akad dan perjanjian antara nasabah dan bank. Perjanjian (akad)
yang terdapat di perbankan syariah harus tunduk dan pada syarat dan rukun akad
sebagaimana diatur dalam syariat islam. Bank syariah sebagai lembaga
intermediasi antara pihak investor yang menginvestasikan dananya di bank
kemudian selanjutnya bank syariah menyalurkan dananya kepada pihak lain yang
membutuhkan dana. Investor yang menempatkan dananya akan mendapatkan
mendapatkan imbalan dari bank dalam bentuk bagi hasil atau bentuk lainnya yang
disahkan dalam syariah islam. Bank syariah menyalurkan dananya kepada pihak
yang membutuhkan pada umumnya dalam akad jual beli dan kerjasama usaha. Imbalan
yang diperoleh dalam margin peruntungan, bentuk bagi hasil, atau bentuk lainnya
dalam syariah islam.[2] Bank syariah merupakan bank
yang secara operasional berbeda dengan bank konvensional. Salah satu ciri bank
syariah yaitu tidak menerima atau membebani bunga kepada nasabah, akan tetapi
penerima atau membebani bagi hasil serta imbalan lain sesuai dengan akad-akad
yang diperjanjikan. Konsep dasar bank syariah di dassarkan pada Al-Quran dan
hadits. Semua produk dan jasa yang ditawarkan tidak boleh bertentangan dengan
Al-Quran dan hadits. Bank Syariah di Indonesia lahir sejak 1992. Bank syariah
pertama di Indonesia adalah bank Muamalat di Indonesia.[3] Beberapa
perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah adalah:
a. Investasi Bank syariah menyalurkan dananya kepada
pihak pengguna dana, sangat efektif dan hanya boleh menyalurkan dananya dalam
investasi halal. Perusahaan yang melakukan kerjasama usaha dengan bank syariah,
haruslah perusahaan yang memproduksi barang dan jasa yang halal. Bank syariah
tidak akan membiayai proyek yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan
dalam islam. Proyek yang dibiayai oleh bank syariah tentunya adalah proyek yang
jelas mengandung beberapa hal pokok antara lain:[4]
a. proyek yang dibiayai adalah proyek yang
halal
b. proyek yang bermanfaat bagi masyarakat
c. proyek
yang dibiayai merupakan prooyek yang menguntungkan bagi bank maupun mitra
usahanya.
Sebaliknya
bank konvensional, tidak mempertimbangkan jenis investasinya, akan tetapi
penyaluran dananya dilakukan untuk perusahaan yang menguntungkan, meskipun
menurut syariah islam tergolong produk yang tidak halal. Misalnya, proyek
perusahaan minuman keras, dapat dibiayai oleh bank konvensional apabila
proyeknya menguntungkan. Namun sebaliknya, meskipun menguntungkan apabila
produknya haram, seperti pabrik minuman keras, maka bank syariah tidak akan
membiayainya.[5]
b.
Return
Return
yang diberikan oleh bank syariah kepada pihak investor, dihitung dengan
menggunakan sistem bagi hasil, sehingga adil bagi kedua pihak. Dari sisi penghimpunan
dana pihak ketiga, bila bank syariah memperoleh pendapatan besar, maka nasabah
investor juga akan menerima bagi hasil yang besar, dan sebaliknya bila hasil
bank syariah kecil, maka bank syariah akan mendapat bagi hasil yang kecil juga.
Return yang diberikan atau diterima oleh bank syariah akan selalu berfluktuasi,
sangat tergantung pada hasil usaha yang akan dilaksanakan oleh mitra usaha baik
bank maupun nasabahnya. Sebaliknya, dalam bank konvensional, return yang
diberikan maupun yang diterima dihitung berdasarkan bunga. Bunga dihitung
dengan mengalikan antara persentase bunga dengan pokok pinjaman atau pokok
penempatan dana, sehingga hasilnya akan tetap. Sistem bagi hasil dan Bunga,
sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional. Ekonomi islam
menawarkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing). ketika pemilik modal
bekerjasama dengan pengusaha untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan
usaha menghasilkan, keuntungan dibagi berdua, dan apabila kegiatan usaha
menderita kerugian, kerugian ditanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin
adanya keadilan dan tidak ada pihak tereksploitasi (didzolimi). Sistem bagi
hasil dapat berbentuk musyarakah atau
mudharabah dengan berbagai variasinya. [6]
Dalam sistem
perekonomian konvensional, sistem riba, comodity money, pembolehan spekulasi
menyebabkan penciptaan uang kartal dan giral dan tersedotnya uang di sektor
moneter untuk mencari keuntungan tanpa risiko. Akibatnya uang atau investasi
yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar
lari kesektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor
riil. Penciptaan uang tanpa adanya nilai tambah akan menimbulkan inflasi.[7]
c.
Perjanjian
Karakter
khusus yang membedakan bank syariah dan konvensional adalah sistem
transaksinya. oleh karena itu, hal tersebut perlu mendapat perhatian yang
serius dari para pelaku keuangan syariah, sebab perserikatan atau perjanjian
merupakan bagian dari sistem ekonomi islam.[8]
Perjanjian yang dibuat antara bank syariah dan nasabah baik nasabah baik
nasabah investor maupun pengguna dana sesuai dengan kesepakatan berdasarkan
prinsip syariah. Dalam perjanjian telah dituangkan tentang bentuk return yang
akan diterapkan sesuai dengan sistem syariah. Dasar hukum yang digunakan dalam
akad menggunakan dasar hukum syariah islam. Sebaliknya, perjanjian yang
dilaksanakan antara bank konvensional dan nasabah adalah menggunakan dasar
hukum positif.[9]
d.
Orientasi
Orientasi
bank syariah dalam memberikan pembiayaannya adalah falah dan profit oriented.
Bank syariah memberikan pembiayaan semata-mata tidak hanya berdasarkan
keuntungan yang diperoleh atas pembiayaan yang diberikan, akan tetapi juga
mempertimbangan pada kemakmuran masyarakat. Aspek sosial kemasyarakatan menjadi
pertimbangan bagi bank syariah dalam menyalurkan dananya ke pihak pengguna
dana. Bank konvensional akan memberikan kredit kepada nasabah bila usaha
nasabah menguntungkan.[10]
Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Berbasis Bunga
(Konvensional)[11]
|
Bank Syariah
|
Bank Konvensional
|
|
Kegiatan usaha berkarakter bagi hasil dan non bagi hasil
|
Kegiatan usaha bank berkarakter membungakan uang
|
|
Beberapa akad digunakan:
a. bentuk simpanan (tabungan, giro, dan deposito) dengan akad mudharabah dan
wadiah
b. bentuk penyaluran dana
dengan:
Ø
prinsip jual beli dengan akad
mudarabah, istishna atau salam
Ø
prinsip bagi hasil dengan akad
mudharabah dan musyarakah
Ø
prinsip sewa menyewa dengan akad
ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik
Ø
pinjam meminjam dengan akad qardh
Ø
bentuk pelayanan jasa dengan akad
wakalah, hawalah, kafalah, dan rahn.
|
Beberapa perjanjian digunakan:
a. bentuk simpanan dengan perjanjian penaungan, giro, dan
deposito
b. bentuk penyaluran dana dengan perjanjian pinjam meminjam
/kredit perbankan dan berbagai macam produk derivatifnya
|
|
Hubungan dengan nasabah dalam hubungan kemitraan
|
Rentan dalam mewujudkan hubungan kemitraan
|
|
Pengawasan kegiatan usaha dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah
dan Bank Indonesia
|
Pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia
|
|
Produk atau jasa yang dikeluarkan oleh bank melalui kajian Bank
Indonesia dengan mempertimbangkan fatwa Dewan Syariah Nasional
|
Produk atau jasa melalui kajian Bank Indonesia
|
|
Kegiatan bank tidak bersifat gharar dan maisir
|
Dapat menjalankan transaksi yang bersifat spekulatif yang tidak
terkait secara langsung dengan produktivitas di sektor riil
|
|
Kegiatan usaha bersifat tawazun, yakni meliputi keseimbangan
aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan
sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan
kelestarian
|
Kegiatan usaha bersifat mencari keuntungan semata sehingga dapat
memarjinalkan sektor riil, lingkungan hidup, sosial, dan menimbulka
kemudharatan
|
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil[12]
|
Bunga
|
Bagi Hasil
|
|
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan
selalu menghasilkan keuntungan
|
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu
akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
|
|
Besarnya persentase didasarkan pada jumlah dana/modal yang
dipinjamkan
|
Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh
|
|
Bunga dapat mengambang/variabel, dan besarnya naik turun sesuai
dengan naik turunnya bunga patokan atau kondisi ekonomi
|
Rasio bagi hasil tetap tidak berubah selama akad masih berlaku,
kecuali diubah atas kesepakatan bersama
|
|
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah usaha yang dijalankan peminjam untung atau rugi
|
Bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan, bila
usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama.
|
|
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan naik
berlipat ganda
|
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan
keuntungan
|
|
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama
|
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
|
|
Status hukum berlawanan dengan QS. Lukman 34
|
Status hukum sesuai dengan prinsip islam QS. Lukman ayat 34[13]
|
Beberapa Aspek Perbedaan[14]
|
Keterangan
|
Bank
Konvensional
|
Bank Syariah
|
|
Kerangka Bisnis
|
Ø Prinsip
ekonomi (barat) dijadikan sebagai landasan filosofis
Ø Kegiatan
bisnis dilandaskan pada operasi keuntungan optimal
|
Ø berlandaskan
pada nilai-nilai islami
Ø menjadikan
maslahah sebagai tujuan untuk mencapai falah
Ø meninggalkan
segala bentuk aktivitas yang bertentangan dengan nilai agama[15]
|
|
Fungsi dan kegiatan bank
|
Intermediasi, jasa keuangan
|
Intermediate, manajer investasi, investor, sosial, jasa keuangan
|
|
Mekanisme dan objek usaha
|
Tidak anti riba dan anti maisir
|
Anti riba dan anti maisir
|
|
Prinsip dasar operasi
|
Ø Bebas
nilai (prinsip materialis)
Ø Uang
sebagai komoditi
Ø Bunga
|
Ø
tidak bebas nilai (prinsip syariah
islam)
Ø
uang sebagai alat tukar dan bukan
komoditi
Ø
bagi hasil, jual beli, sewa
menyewa
|
|
Prioritas pelayanan
|
Kepentingan
pribadi
|
Kepentingan
publik
|
|
Orientasi
|
keuntungan
|
Tujuan
sosial ekonomi islam, keuntungan
|
|
Bentuk
|
Bank
komersial
|
Bank
komersial, bank pembangunan, bank universal atau multi purpose
|
|
Evaluasi nasabah
|
Kepastian
pengembalian pokok dan bunga
|
Lebih
hati-hati karena partisipasi dalam risiko
|
|
Hubungan nasabah
|
Terbatas
debitur kreditur
|
Erat
sebagai mitra usaha
|
|
Sumber likuiditas jangka pendek
|
Pasar uang,
bank sentral
|
Pasar
uang syariah, bank sentral
|
|
Pinjaman yang diberikan
|
Komersial non
komersial, berorientasi laba
|
Komersial
dan non komersial, berorintasi laba dan non laba
|
|
Lembaga penyelesaian sengketa
|
Pengadilan,
arbitrase
|
Pengadilan,
badan arbitrase syariah nasional
|
|
Risiko usaha
|
risiko bank
tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung
dengan bank
|
Dihadapi
bersama antara bank dan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran
|
|
Struktur organisasi pengawas
|
Dewan komisaris
|
Dewan
komisaris, dean pengawas syariah, dewan syariah nasional
|
|
Investasi
|
Halal atau haram
|
halal
|
|
Landasan Hukum
|
Hukum syariah dan UU
|
UU
Perbankan
|
2. KEUNGGULAN
DAN DAYA TARIK BANK SYARIAH
Umat Islam wajib mengamalkan syariat
Islam dalam segala aspek kehidupannya, termasuk dalam kegiatan ekonomi (Muamalah). Umat Islam harus mendukung
gerakan ekonomi Islam melalui bank syari’ah, karena bank syariah bertujuan
memajukan ekonomi umat dan menjalankan Islam secara menyeluruh (kaffah). Bank
syariah memiliki daya tarik dan keunggulan sebagai berikut :[16]
Ø Berpihak pada nasabah
Daya tarik bank syariah terletak
pada keberpihakannya kepada nasabah. Pada sisi simpanan, porsi bagi hasil yang
diberikan kepada nasabah penyimpan selalu lebih besar dari pada porsi bagi
hasil bagi bank, misalnya, 65 % untuk nasabah dan 35% untuk bank. Sedangkan
pada sisi pembiayaan, porsi bagi hasil yang diberikan kepada nasabah
pembiayaan, selalu lebih besar dari pada bagi hasil untuk bank. Misalnya 70 %
untuk nasabah , 30 % untuk bank. Masih pada sisi pembiayaan, harga jual bank
pada nasabah pembiayaan murabahah diusahakan selalu lebih ringan dibandingkan
dengan tingkat bunga pinjaman.
Ø Kebersamaan
Daya tarik bank syariah terlihat
juga pada dibinanya kebersamaan antara
tiga pihak, yaitu : 1. Nasabah penyimpan dana (deposan atau penabung), 2. Bank,
3. Penerima Pembiayaan. Ketiga pihak diatas sama – sama membagi keuntungan sesuai dengan porsi yang disepakati. Apabila
bank memperoleh keuntungan besar, maka semua pihak mendapatkan keuntungan yang
besar pula. Sebaliknya, bila keuntungan usaha bank itu sedikit, karena cuaca
perekonomian yang lesu, maka ketiga pihak itu sama – sama mendapatkan
keuntungan yang kecil pula.
Di sini jelas, di antara ketiganya
tidak ada perbedaan kepentingan, karena ketiganya mempunyai kepentingan yang
sama, yaitu memperoleh keuntungan optimal dalam keadaan apapun, maka tidak
mengherankan apabila perbankan syariah adalah sistem perbankan yang tangguh
untuk segala cuaca perekonomian. Dengan kebersamaan ini, bank syariah dapat
menciptakan keharmonisan kepentingan antara nasabah penyimpan, bank dan nasabah
pembiayaan.
Ø Tahan Menghadapi Gejolak Moneter
Penerapan bagi hasil dan
ditinggalkannya sistem bunga, membuat bank Islam lebih tangguh dan tahan
banting dari pengaruh gejolak moneter, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Fakta telah membuktikan secara nyata tentang ketangguhan sistem syariah. Ketika krisis berlangsung, dari 260 bank yang
ada di Indonesia, hanya sedikit yang bisa bertahan. Lebih dari sepertiga bank –
bank yang ada, mengalami likuidasi (ditutup), selebihnya goncang dan hanya bisa
bertahan karena BLBI ratusan trilyunan dari pemerintah.
Kalau tidak ada BLBI dan
rekapitalisasi berupa suntikan dana segar dari pemerintah kita, niscaya semua
bank tewas oleh likuidasi. Hal itu disebabkan dengan sistem bunga (riba) yang
berlaku saat itu. Hampir semua bank
mengalami negative spread. Dimana bank harus membayar bunga simpanan lebih tinggi, sementara bunga yang
dipinjamkan jauh lebih rendah. Hal ini diperparah dengan kredit macet para
pengusaha. Akibatnya dari hari ke hari modal bank terkuras dan akhirnya
terkubur dibawah likuidasi. Tetapi, kondisi itu berbeda dengan bank – bank
syariah yang ketika itu telah berjumlah 80 buah (sebuah bank Muamalat dan 79
BPRS Syariah). Hal ini disebabkan karena bank syariah tidak dibebani membayar
bunga simpanan nasabah. Bank syariah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya
sesuai dengan tingkat keuntungan perbankan syari’ah. Dengan sistem bagi hasil
tersebut, maka jelas bank–bank syariah selamat dari negative spread.
Ø Ikatan Emosional Yang Kuat
Selanjutnya, daya tarik bank syariah
terletak pada kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham,
pengelola bank dan nasabahnya. Dari ikatan emosional inilah dapat dikembangkan
kebersamaan dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan secara adil
dan jujur. Adanya keterikatan secara religi (keislaman dan keimanan), maka
semua pihak yang terlibat dalam bank syariah akan berusaha sebaik- baiknya
sebagai pengamalan ajaran agamanya, sehingga berapapun hasil yang diperoleh
diyakini membawa berkah.
Ø Menekan Inflasi
Ekonomi Islam sangat membeci
inflasi, karena itu Islam mengajarkan
sistem ekonomi yang berupaya pencegahan inflasi adalah melalui penerapan sistem
bagi hasil. Dengan diterapkannya sistem bagi hasil, maka cost fush inflasion
yang ditimbulkan oleh perbankan sistem bunga, dihapuskan sama sekali. Dengan
demikian, bank Islam akan dapat menjadi pendukung kebijakan moneter yang
handal.
Jadi penghapusan sistem bunga yang
diganti dengan bagi hasil, menimbulkan dampak positif bagi penekanan inflasi,
artinya sistem bagi hasil akan mengurangi terjadinya inflasi, karena bagi hasil
tidak menetapkan bunga yang harus dibayarkan ke bank, tetapi didasarkan pada
keuntungan si peminjam. Sedangkan sistem bunga secara signifikan mendorong
inflasi, karena sipeminjam akan menggeser biaya bunga kepada harga jual barang atau jasa.
Ø Pemihakan pada Ekonomi Rakyat
Selama ini banyak bank konvensional
yang berpihak pada pengusaha besar (konglemerat). Pengusaha kecil dan menengah,
apalagi pengusaha kecil paling bawah, tidak mempunyai akses kapada lembaga
perbankan. Ratusan triliyun dihabiskan untuk BLBI yang bermasalah.
Semuanya disebabkan oleh ulah para
konglemerat. Dana masyarakat, mereka kuras
untuk kepentingan usaha mereka sendiri. Dana rakyat tidak dikembalikan
kepada rakyat itu sendiri. Tragisnya lagi, ketika usaha yang mereka kelola
goncang, karena krisis moneter, dan mereka tidak bisa mengembalikan uang
nasabah (rakyat), maka pemerintah terpaksa mengeluarkan BLBI yang jumlahnya
sangat besar itu.
Berbeda dengan bank konvensional,
bank syariah sangat berpihak pada ekonomi rakyat. Simpanan dan tabungan rakyat
dikembalikan kepada rakyat untuk digunakan dalam usaha-usaha yang produktif dan
dijamin halal.
Apabila bank-bank syariah berkembang
dalam jumlah besar dan mendapat dukungan luas dari segenap umat Islam, maka
insya Allah akan meningkatkan penghasilan masyarakat dan perekonomian rakyat
semakin tumbuh.
Ø Kelonggaran Psikologis
Adanya fasilitas pembiayaan
mudharabah dan musyarakah yang tidak membebani nasabah secara tetap berupa
bunga, akan memberi kelonggaran pchicologis kepada nasabah untuk dapat berusaha
secara tenang dan sungguh-sungguh.
Ø Tidak diskrimatif
Dengan diterapkannya sistam bagi
hasil sebagai pengganti bunga, maka tidak ada diskriminasi terhadap nasabah
yang didasarkan atas kemampuan ekonominya, sehingga aksebilitas bank Islam
menjadi sangat luas.
Ø Memberikan Kesempatan yang Luas
Adanya fasilitas pembiayaan
pengadaan barang modal dan peralatan produksi melalui murabahah, yang lebih
mengutamakan kelayakan usaha daripada jaminan (colateral), sehingga siapapun,
baik pengusaha ataupun bukan, mempunyai kesempatan yang luas untuk berusaha,
terutama bagi pengusaha kecil dan menengah yang jumlahnya mencapai 98,8% di
Indonesia.
Ø Meningkatkan Produksi dan Memperlancar Arus Barang
Selain itu, penggunaan pembiayaan
mudharabah dan musyarakah secara signifikan meningkatkan produksi, karena bank
syariah memberikan pembiayaan kepada masyarakat yang memiliki usaha yang layak
untuk produktif. Sedangkan produk jual beli murabahah juga secara signifikan
memperlancar dan mencepat arus barang. Dengan demikian hal ini memicu
pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Penggantian sistem bunga dengan
sistem mudharabah/musyarakah akan memperluas kesempatan kepada masyarakat untuk
berusaha, sehingga menimbulkan usaha-usaha baru. Perkembangan usaha-usaha baru
tentu berpengaruh terhadap peningkatan perkapita penduduk yang ada gilirannya
akan meningkatkan produksi dan pertumbuhan ekonomi.
Ø Pinjaman Lunak
Bank syariah mempunyai keunikan yang
tidak dimiliki bank konvensional, yakni melalui produk kredit kebajikan atau
pinjaman lunak tanpa bagi hasil yang disebut produk (al-qardhul hasan). Dana
fasilitas ini diperoleh dari hasil
pengumpulan zakat, infaq dan sedeqah baik dari para amil zakat yang masih
mengendap di bank maupun dari Lembaga Amil Zakat, seperti Baitul Mal Muamalat
dan BAZIS.
Ø Transparan
Dengan adanya sistem bagi hasil,
maka untuk menyimpan dana, telah tersedia peringatan dini tentang kondisi dan
keadaan banknya, yang bisa diketahui sewaktu-waktu dari naik dan turunnya
jumlah bagi hasil yang diterima setiap bulan. Hal ini harus diketehuinya secara
transparan. Transparan ini terlihat pula dalam UU. No.10/1998, dimana
kerahasiaan bank tidak termasuk dari aspek pembiayaan. Artinya, nasabah
penabung berhak mengetahui ke mana dana simpanan digunakan dan siapa yang
menerima pembiayaan itu, dan berapa keuntungan yang diperoleh bank setiap
bulan.
Menurut
Antonio (2008) menjelaskan tentang: 1) kelebihan Bank Syariah terutama pada
kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham, pengelola bank, dan
nasabahnya. Dari ikatan emosional inilah dapat dikembangkan kebersamaan dalam
menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil. (2)
Dengan adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam
Bank Islam adalah berusaha sebaik-baiknya dengan pengalaman ajaran agamanya
sehingga berapa pun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah. (3) Adanya
fasilitas pembiayaan (Al-Mudharabah dan Al-Musyarakah) yang tidak membebani
nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya secara tetap. Hal ini adalah
memberikan kelonggaran psikologis yang diperlukan nasabah untuk dapat berusaha
secara tenang dan sungguh-sungguh. (4) Dengan adanya sistem bagi hasil untuk
menyimpan dana setelah tersedia peringatan dini tentang keadaan bank yang bisa
diketahui sewaktu-waktu dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang diterima. (5)
penerapan sistem bagi hasil dan ditinggalkannya sistem bunga menjadikan Bank
Islam lebih mandiri dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar
negeri.[17]
3. PROSPEK
DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BANK SYARIAH
Pemulihan
ekonomi global yang semakin menguat di akhir tahun 2009 memberikan optimisme
perkembangan ekonomi di tahun 2010 sampai saat pertama ini, namun krisis
tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi perekonomian nasional
khususnya perbankan syariah. Memang ada yang menarik jika kita
mengkaji bagaimana negara di kawasan Asia khususnya Indonesia tidak turut
mengalami dampak serius dari krisis Yunani. Boleh jadi kita belajar banyak dari
krisis tahun 1997/1998 yang lalu, sehingga frame work (kerangka kerja)
ekonomi Indonesia khususnya perbankan dibangun atas dasar pondasi yang kuat. Seperti
kata pepatah bahwa “Bankir yang hebat adalah yang bias belajar dari berbagai
kejadian.” Karena dibalik segala kejadian pasti terkandung hikmahnya, dan
hikmah itu adalah negara Indonesia tidak ikut mengalami krisis seperti di tahun
197/1998 yang lalu. Allah SWT tidak akan mengubah satu kaum jika tidak ada
usaha kuat dari kaum itu sendiri mengubahnya. Kata-kata ini sepantasnya
dipegang kuat oleh para banker yang bekerja di perbankan syariah. System
bagi hasil perbankan syariah yang diterapkan dalam bank tersebut relative
mempertahankan kinerjanya dan tidak hanyut oleh tingkat suku bunga simpanan
yang melonjak sehingga beban operasional lebih rendah dari bank konvensional.
Pembuktian ini terbukti dari bertahannya berbagai bisnis yang menganut system
syariah sebagai landasan bisnis. Menjalankan bisnis dalam konsep islam adalah
sebuah titipan atau amanah Allah SWT yang dititipkan pada seorang hamba agar ia
menjalankan semua itu secara adil dan jujur. Konsep
pembangunan ekonomi dalam islam adalah menjalankan kehidupan yang penuh dengan
keseimbangan. Keseimbangan ini tercermin antara individu dan masyarakat
sebagaimana ditegakkannya dalam berbagai pasangan lainnya, yaitu dunia dan
akhirat, jasmani dan rohani, akal dan nurani, dan pasangan-pasangan lainnya
yang disebutkan dalam kitab Al-Quran. Secara umum efektifitas fungsi
intermediasi perbankan syariah tetap terjaga seiring pertumbuhan dana yang
dihimpun maupun pembiayaan yang relative tinggi dibandingkan perbankan nasional,
serta penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan
masyarakat secara lebih luas sehingga hal tersebut dapat membuat kinerja
keuangan perbankan syariah lebih baik. Sedangkan bagi perbankan konvensional,
adanya selisih antara besarnya bunga yang dikenakan kepada para peminjam dana
denagn imbalan bunga yang diberiakan kepada nasabah penyimpan merupakansumber
keuntungan terbesar, sehingga pendapatan tersebut dapat mempengaruhi kinerja
keuangan perbankan konvensional.
Terdapat beberapa
kendala yang dihadapi dalam perkembangan perbankan syariah, yaitu :
1.
Masih
terbatasnya jaringan kantor bank syariah, keterbatasan jaringan kantor ini
sangat mempengaruhi terhadap kemampuan pelayanan bank syariah
terhadapmasyarakat yang menginginkan jasa bank syariah.
2.
Masih
terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha bank syariah,
keterbatasan informasi mengenai bank syariah ini menyebabkan masih banyaknya
masyarakat memiliki persepsi yang keliru mengenai operasi bank syariah.
3.
Masih belum
lengkapnya ketentuan-ketentuan tentang kegiatan usaha bank syariah, seperti
standar akutansi, standar prinsip kehati-hatian, standar fatwa produk bank
syariah, serta ketentuan pendukung lainnya.
4.
Masih
terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan teknik bank syariah.
Untuk
memecahkan persoalan diatas, maka ada beberapa solusi yang menjadi layak untuk
diterapkan, yaitu :
1.
Melakukan
sosialisasi dan promosi secara intensif tentang konsep perbankan syariah,
termasuk menjelaskan keuntungan menabung
dan mengambil kredit di perbankan syariah.
2.
Meyakinkan
masyarakat khususnya masyarakat muslim di Indonesia untuk menabung dan
berhubungan dengan perbankan syariah secara intensif. Termasuk menjelaskan
konsep perbankan syariah secara lebih mudah dimengerti barbagai lapisan
masyarakat.
3.
Melakukan
perekrutan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dengan system
manajemen modern dan kompetitif.
4.
Membangun
hubungan baik dengan berbagai pakar perbankan, termasuk meneriam masukan
(advise) dari mereka. Dan menjadikan masukan tersebut sebagai pendukung dalam
pengambilan keputusan.[18]
Bank Syari’ah
di Indonesia jauh dari sempurna, karena pengalamannya masih minim untuk ukuran
sebuah bank di Indonesia. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan bank
syari’ah dalam memberdayakan ekonomi umat yaitu :
1.
Strategi
pengembangan
Sistem yang diterapkan di Malaysia adalah sistem islamic window
yaitu bank konvensional dapat membuka counter yang menawarkan produk-produk
bank syari’ah. Bank konvensinal yang membuka islamic window dikenal dengan SPTF
(skim perbankan tanpa faedah) bank sisitem ini cukup pesat perkembangannya
namun sistem ini tidak mendorong berdirinya bank syari’ah di Malaysia. Di
Malaysia hanya ada dua bank styari’ah yaitu : bank islam Malaysia berhad dan bank
muamalat Malaysia.
Di Indonesia dengan menggunakan sistem islamic full branch yaitu,
suatu cabang penuh menerapkan sisitem syari’ah. Dengan ciri : cabang menerapkan
sisitem syari’ah konvensional harus menyisihkan sejumlah modal untuk unit usaha
syari’ah (UUS). Siistem ini sepetri yang diterapkan di Arab Saudi. Contoh bank
penerap siistem islamic full branch, Bank Syari’ah Mandiri (konversi dari bank
susila bhakti), Bank BNI Stari’ah.
2.
Strategi
Pengolahan pembiayaan
Para pengusaha kecil lebih mendambakan sisitem pembiayaan dengan
sistem bagi hasil karna dapat lebih sesuai dengan siklus bisnis usaha menengah
kecil. Bank Syariah lebih sering menggunakan pembiayaan sistem mudhorobah atau
musyarokah agar portofolio pembiayaan tidak terlalu didominasi oleh pembiayaan
murobahah apalagi bai’ bithaman ajil. Dambaan pengusaha kecil yaitu tidak
menuntut jamainan (anggunan yang memberatkan. Ini dapat diselesaikan dengan
sistem pengembanagn produk ijaroh wa murobahah yaitu ; barang dimanfaatkan
nasabah sedangkan kepemilikannya pihak bank.
3.
Strategi
pengelolaan : persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat tentang bank syari’ah masih keliru. Bank
syari’ah masih dianggap sebahgai :
1) Bank syariah sebagai bank sosial (baitul maal) untuk membantu
ekonomi umat
2) Sebagai bank bagi hasil
Implementasi kekeliruan persepsi pertama berdampak pada pemahaman
masyarakat bahwa :
a.
Bank syari’ah
tidak boleh meminta jaminan dalam memberi pembiayaan
b.
Bank syari’ah
tidak mengenakan denda bila nasabah tidak membayar tepat pada waktunya
c.
Bank syariah
tidak boleh menyita jaminan
Kemudian implementasi dari kekeliruan persepsi keduamemberikan efek
atas pandangan masyarakat tentang bank syariah sebagai berikut :
a.
Untuk semua
kebutuhan nasabah harus menggunakan produk mudhorobah atau musyarokah
b.
Bagi hasil yang
diberikan bank kepada nasabah harus lebih besar jika dibandingkan dengan bunga
bank konvensional, sehingga bagi hasil nasabah pembiayaan harus lebih kecil
dari pada bunga bank
c.
Bagi hasil
dibayar setahun sekali, seperti pembayaran dividen
d.
Bank akan ikut
campur dalam manajemen perusahaannasabah
e.
Bank akan turut
memiliki perusahaan nasabah[19]
4.
Strategi
pemasaran bank
Untuk menghadapi pasar sasaran yang ada, perbankan menghadapi
banyak kesulitan, seperti munculnya bank-bank baru, membaharuan teknologi,
kemudahan bertransaksi, aneka ragam hadiah dan promosi yang ditawarkan oleh
bank. Ada lima macam prinsip strategi pemasaran :
1)
Strategi
penetrasi pasar
Penetrasi
pasar atau penerobosan pasarn merupakan usaha perusahaan bank meningkatkan
jumlah nasabah baik secara kuantitas maupun kualitas melalui promosi dan
distribusi secara aktif. Perusahaan berusaha melakukan strategi pemasaran yang
mampu menjangkau atau menggairahkan pasar yang sedang tumbuh secara lamban agar
mampu tumbuh secara cepat sebagai contoh : bank rakyat Indonesia yang selama
ini identik dengan fokus pada sektor ukm serta lebh banyak berada di pededaan
mulai melakukan penerobosan pasar pada pasar sekarang dengan menambah pangsa
pasar menjadi lebih luas meningkatkan kualitas pelayanan jaringan dengan sisitem
online antara cabang dan ATM, meningkatkan anggaran periklanan dan sebagainya.
2)
Strategi
pengembangan produk
Strategi
pengembangan produk perbankan adalah salah satu usaha untuk meningkatkan jumlah
nasabah dengan cara mengenalkan produk-produk baru bank. Seperti gadai emas
(rohn) yang ditawarkan oleh bank syari’ah mandiri sebagai salah satu pembiayaan kepada nasabah, dengan produk
ini nasabah yang membutuhkan pembiayaan akan menjaminkan emasnya kepada bank.
Tujuan
dari strategi ini adalah :
a.
Memenuhi kebutuhan
dan keinginan nasabah yang terus berubah (dinamis) seiring dengan perkembangan
zaman.
b.
Menghidupkan
kembali pertumbuhan dari simpanan yag sudah lesu
c.
Menandingi
penawarann baru dari perusahaan pesaing yang menawarkan produk baru kepada
nasabah
d.
Memnfaatkan
teknologi baru.
3)
Strategi
pengembangan pasar
Membawa
produk kepasar baru dengan membuka atau mendirikan anak-anak cabang baru yang
dianggap cukup strategis atau menjalin kerja sama dengan pihak lain dalam
rangka menyerap nasabah. Manajemen strategi ini bilsamana pasar sudah padat dan
peningkatan bagian pasar sudah sangat besar atau pesaing kuat.
Sebagai
contoh bank muamalat Indonesia yang berkerja sama dengan PT pos Indonesia dalam
rangka penjualan salah satu produk mereka yaitu Shar-E. Shar-E adalah paket
tabunagn instan bagi umat yang ingin berinvestasi secara syari’ah, dengan
flaksibel dan akses luas dan dapat dibeli di kantor pos online di seluruh
Indonesia.
4)
Strategi
Integrasi
Merupakan
strategi pilihan akhir yang biasanya ditempuh oleh para bank yang mengalami
kesulitan likuiditas sangat parah. Biasanya yang akan dilakukan adalah strategi
diversifikasi horisontal, yaitu penggabungan bank-bank (merger).
Sebagai
contoh adalah menggabungkan empat bank pemerintah yaitu bank Exim, Bapindo,
Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Dagang Negara (BDN), menjadi satu bank yaitu
Bank Mandiri dan penggabungan beberapa bank swasta menjadi Bank Permata.
5)
Strategi
Deversifikasi
Strategi
deversifikasi baik konsentrasi maupun konglemerat. Deversifikasi konsentrasi
yang dimaksud adalah bank yang mengfokuskan satu segmen pasar tertentu dengan
menawarkan berbagai varian produk perbankan yng dimiliki. Sementara
deversifikasi konglemerat adalah perbankan memfokuskan dirinya dlam memberikan
berbagai varian produk perbankan kepada kelompok kongmerat.[20]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bank
syariah merupakan bank yang secara operasional berbeda dengan bank
konvensional. Salah satu ciri bank syariah yaitu tidak menerima atau membebani
bunga kepada nasabah, akan tetapi penerima atau membebani bagi hasil serta
imbalan lain sesuai dengan akad-akad yang diperjanjikan. Konsep dasar bank
syariah di dasarkan pada Al-Quran dan hadits. Semua produk dan jasa yang
ditawarkan tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan hadits.
Bank Syari’ah
di Indonesia jauh dari sempurna, karena pengalamannya masih minim untuk ukuran
sebuah bank di Indonesia. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam
perkembangan perbankan syariah, salah satunya masih terbatasnya pemahaman
masyarakat mengenai kegiatan usaha bank syariah. kelebihan Bank Syariah
terutama pada kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham,
pengelola bank, dan nasabahnya. Dari ikatan emosional inilah dapat dikembangkan
kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan
adil.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Marimin, Abdul Haris Romadhoni, dan Tiara Nur Fitria.
“Perkembangan Bank Syariah di Indonesia” Vol. 01, No. 02 (2015).
Ascarya.
Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Irham
Fahmi. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Teori dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta, 2014.
Ismail.
Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.
Jundiani.
Pengaturan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Malang: UIN Malang Press,
n.d.
Kuat
Ismanto. Manajemen Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, n.d.
Muhammad,
MANAJEMEN BANK SYARI’AH, (Yogyakarta : sekolah tinggi manajemen,2011) M.
Nur Rianto Al Arif. Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah. Bandung:
Alfabeta, 2012.
Nuryadi
Muhamad. “DAYA TARIK BANK SYARIAH,” n.d.
https://agustiantomingka.wordpress.com/2011/03/06/daya-tarik-bank-syariah/.
Sumar’in.
Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, n.d.
No comments:
Post a Comment